Blogger Template

Latest Post

Pustaka Islam Sepanjang Zaman

THE SPIRIT OF TAHAJUT

JIKA kita melihat ke belakang sejarah awal perkembangan dakwah Islam kita bisa memahami dan mengambil ibrah, ‘ubur (pelajaran, jem¬bat¬an menuju sukses), sesungguhnya doa yang pertama kali dipan¬jatkan oleh Rasulullah saw. adalah memohon dikaruniai sumber daya manusia yang berkualitas. SDM tidak identik dengan kependekan dari “Selamatkan Diri Masing-Masing”, seperti yang dipahami komunitas hedonis. baca selengkapnya

-----------------------------------------------------------------------------------

FIQIH WANITA (tentang hal-hal yang dilarang)

Wanita dalam kaca mata Islam memiliki kedudukan yang tinggi. Kemuliaan wanita dengan kedudukan tinggi ini begitu di-jaga oleh Islam. Allah dan Rasul-Nya senantiasa memberikan we-jangan kepada kaum muslimin untuk selalu memperlakukan wa-nita dengan sebaik-baiknya. Islam tidak pernah membiarkan ke-hormatan wanita dirusak oleh apapun atau siapapun, bahkan ke-tika yang melakukannya adalah wanita itu sendiri. baca selengkapnya

-----------------------------------------------------------------------------------

HIDUP BAHAGIA BERSAMA SUAMI

Banyak buku dan artikel ditulis untuk kaum laki-laki dan hal pemilihan calon istri dan cara mempergaulinya. Sementara jarang ditemui artikel dan buku yang ditujukan bagi kaum pe¬rempuan dalam hal yang sama padahal mereka adalah pasangan hidup kaum laki-laki. Oleh karenanya buku ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kaum perem¬puan, yang salah satunya adalah ibuku, semoga Allah merahmatinya dengan rahmat yang tiada berbilang. baca selanjutnya

-----------------------------------------------------------------------------------

SPIRIT BERISLAM

JIKA kita melihat ke belakang sejarah awal perkembangan dakwah Islam kita bisa memahami dan mengambil ibrah, ‘ubur (pelajaran, jem¬bat¬an menuju sukses), sesungguhnya doa yang pertama kali dipan¬jatkan oleh Rasulullah saw. adalah memohon dikaruniai sumber daya manusia yang berkualitas. SDM tidak identik dengan kependekan dari “Selamatkan Diri Masing-Masing”, seperti yang dipahami komunitas hedonis. baca selengkapnya

THE SPIRIT OF TAHAJUD


JIKA kita melihat ke belakang sejarah awal perkembangan dakwah Islam kita bisa memahami dan mengambil ibrah, ‘ubur (pelajaran, jem¬bat¬an menuju sukses), sesungguhnya doa yang pertama kali dipan¬jatkan oleh Rasulullah saw. adalah memohon dikaruniai sumber daya manusia yang berkualitas. SDM tidak identik dengan kependekan dari “Selamatkan Diri Masing-Masing”, seperti yang dipahami komunitas hedonis.
اَللَّهُمَّ أَعِزِّ الاِسْلاَمَ بِأَحَبَّ هَذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ عُمَرُ ا بْنِ الْخَطاَّبِ وَ عَمْرُو ابْنِ هِشاَمٍ.
“Ya Allah, jayakanlah Islam ini dengan masuk islamnya salah satu dari dua orang yang disegani kaumnya, Umar ibn Khaththab dan Amr bin Hisyam.” (Al-Hadits)
Beliau mengadakan istighotsah (meminta bantuan langsung ke¬pada Allah swt.) pada malam Jum’at, bermunajat semalam suntuk sampai shubuh guna menyongsong perang Badar pada keesokan harinya. Pa¬dahal umat Islam angkatan pertama ini belum memiliki pengalaman yang memadai tentang dunia militer secara formal (jihad kifai).
Secara lahiriyah, Rasulullah saw. hampir tidak yakin dengan kualitas personil 313 sahabat terdiri dari kalangan masyarakat grass root. Apalagi tidak memiliki persiapan yang memadai untuk berperang. Secara kuan¬titas kaum muslimin tidak sebanding dengan jumlah personil dan ke¬lengkapan persenjataan kaum kafir.
Rasulullah berucap: Ya Allah, jika kelompok ini binasa, maka Eng¬kau tidak akan disembah lagi di muka bumi. Kemudian beliau berbisik kepada Allah swt.: Ya Allah, laksanakanlah apa yang telah Engkau jan¬jikan kepadaku. Ya Allah, kami mohon pertolongan-Mu, Beliau meng¬angkat kedua tangannya ke langit hingga selendangnya terjatuh dari kedua pundaknya. Abu Bakar berusaha menghibur dan menya¬takan em¬patinya, karena beliau banyak memohon kepada-Nya (Shahih Muslim, Kitabul Jihad was-Sair (Bagian Jihad dan Ekspedisi) bab al-Imad bil Malaikah fi Ghazwati Badr (sub: Pertolongan Malaikat pada Perang Badar) nomor 1763.
“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: ‘Sesungguhnya Aku akan men¬da¬tang¬kan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” (QS. Al-Anfal [8]: 9)
Tetapi jumlah pasukan yang hanya ¼ dari musuh, melahirkan ke¬menangan yang gemilang. Karena massa kaum muslimin bisa dikelola untuk bersama-sama menomorsatukan kehendak Allah swt., lewat me¬lakukan puasa Ramadhan. Puasa adalah junnah (perisai, tameng) kata Nabi saw.. Pada malam hari mereka bagaikan pendeta dan pada siang hari mereka laksana singa di padang pasir (ruhbanun fillail wa fursanun fin nahari).
“Sungguh Allah Telah menolong kamu dalam peperangan Badar, pa¬da¬hal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah (jumlah per¬sonil sedikit, perlengkapan perang tidak cukup). Karena itu bertak¬walah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya.” (QS. Ali Imran [3]: 123)
Para Nabi dahulu sekalipun usianya sudah se-abad dan isterinya dalam keadaan mandul, tidak pernah putus asa berdoa agar dikaruniai generasi pelanjut perjuangannya (mawali).
“Ia Berkata ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan ke¬palaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, Ya Tuhanku. Sesungguhnya aku khawatir ter¬hadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, Maka anugerahilah Aku dari sisi Engkau seorang pu¬tera. Yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, Ya Tuhanku, seorang yang diridhai.” (QS. Maryam [19]: 4 - 6)
Demikian pentingnya sumber daya manusia unggul, maka siapa yang memiliki cadangan sumber daya insani yang berkualitas, niscaya berkembang pula berbagai aspek kehidupan yang lain. Sebaliknya, sekalipun kaya sumber daya alam dan berbagai sarana material lainnya, tetapi miskin SDM` bermutu, bagaikan membuat lubang kehan¬curan¬nya secara gradual. Semua karunia-Nya tidak bisa disyukuri, sehingga mengantarkannya pada kehancuran (istidraj, di ulu-ulu. Bhs Jawa).
Sekarang ini secara kuantitas, kaum muslimin di dunia jauh lebih unggul dari umat lain (1,5 Milyar). Tetapi, jumlah mayoritas terbukti tidak berdaya menghadapi konspirasi jahat dari musuh-musuhnya. Kehadiran kaum muslimin tidak menggenapkan dan absennya tidak mengganjilkan (wujuduhum ka-adamihim). Jumlah mayoritas yang tidak unggul dalam moral dan intelektual serta pisik (basthotan fil ilmi wal jism), berada di pinggir dalam memberikan kontribusi pembangunan peradaban dunia. 
Dalam sejarah terbukti, dengan asset sumber daya manusia yang mukhlis (ikhlas), muslim (patuh kepada Allah dan Rasul-Nya), mukmin (yang membenarkan-Nya), muhsin (yang selalu berbuat baik sekalipun kepada orang yang berbuat jelek kepadanya), mujahid (selalu berjuang di jalan-Nya), muwahhid (tidak selingkuh dengan-Nya), dan shabir (teguh di jalan kebenaran), istiqomah (konsisten), muqarrabin (orang yang dekat dengan Allah), yang memiliki persyaratan untuk memperoleh pertolongan-Nya.
“Jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti .” (QS. Al-Anfal [8]: 65)
“Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka se¬sungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik" (QS. Yusuf [12]: 90)
“Bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu.” (QS. Ar-Rum [30]: 60)
Tidakkah kita mengambil pelajaran dari perang Hunain. Sekalipun kaum muslimin memiliki massa yang besar, tetapi ada oknum muallaf yang menghendaki dunia sekalipun mayoritas menghendaki akhirat, terbukti tidak memberikan manfaat. Karena, menurut pandangan Allah swt., orientasi, motivasi kaum muslimin berbeda. Indikator tidak adanya kerapian shaff (barisan) jamaah.
“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.” (QS. At-Taubah [9]: 25)
Demikian pula kekalahan yang menimpa kaum muslimin pada perang Uhud, karena dalam barisan mereka ada yang menghendaki dunia dan ada yang menghendaki akhirat.
“Sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada sa'at kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah me¬ma¬lingkan kamu dari mereka [*] untuk menguji kamu, dan Sesunguhnya Allah telah mema'afkan kamu. dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang orang yang beriman.(QS. Ali Imran (3): 152)
Menurut pandangan Allah swt. terdapat perbedaan yang men¬da¬sar antara sumber daya insani yang steril dari kontaminasi dosa, dengan sumber daya manusia yang berlumuran maksiat.
“Katakanlah: ‘Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.’” (QS. Al-Maidah [5]: 100)
Sebaliknya, jumlah sedikit yang memiliki iltizam (keterikatan yang kuat dengan perjuangan), berhak memperoleh pertolongan-Nya.
“Ingatlah (hai para Muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di muka bumi (Mekkah), kamu takut orang-orang (Mekkah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Anfal [8]: 26)
Al-Junudul Muthi’ah (prajurit-prajurit yang taat), zuhud, wara’ (mem¬ba¬tasi konsumsi yang halal), yang meminum air hanya seteguk (sekedar menghilangkan dahaga), sekalipun sedikit bisa mengalahkan jumlah ma¬yoritas.
Umar ibn Khaththab berdoa, Ya Allah jadikanlah aku termasuk ke¬lompok kecil.
“Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: ‘Sesung¬guhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya; bukanlah ia pengikutku. dan barang¬siapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka dia adalah pengikutku.’ Kemudian mereka meminumnya kecuali be¬berapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: ‘Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya.’ orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: ‘Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 249)
Sumber daya insani yang memiliki kekuatan pisik dan ilmu yang luas yang akan mempunyai kesiapan untuk memimpin.
“Nabi mereka mengatakan kepada mereka: ‘Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.’ mereka menjawab: ‘Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?’ Nabi (mereka) berkata: ‘Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.’ Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 247)
“Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.” (QS. Al-Araf [7]: 10)
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan jangan¬lah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikit¬lah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).” (QS. Al-Araf [7]: 3)
“Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tung¬ku). Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.” (QS. Saba’ [34]: 13)
Seorang ‘alim pada masa sebelum kita yang bernama Barshisha, bisa mengalahkan setan ketika hatinya bersih dari kontaminasi dunia. Tetapi ketika niatnya berubah dari idealisme awal dan beralih pada kenik¬matan materi (mata’), maka setan dengan mudah menundukkannya.

FIKIH WANITA tentang hal-hal yang dilarang (Pustaka Rizki Putra)


Judul: 

Fikih Wanita

Wanita dalam kaca mata Islam memiliki kedudukan yang tinggi. Kemuliaan wanita dengan kedudukan tinggi ini begitu di-jaga oleh Islam. Allah dan Rasul-Nya senantiasa memberikan we-jangan kepada kaum muslimin untuk selalu memperlakukan wa-nita dengan sebaik-baiknya. Islam tidak pernah membiarkan ke-hormatan wanita dirusak oleh apapun atau siapapun, bahkan ke-tika yang melakukannya adalah wanita itu sendiri. 

Firman Allah, “Dan janganlah engkau mendekati zina. Sesung-guhnya zina itu perbuatan yang buruk, tercela dan jalan yang sesat,” yang ditujukan untuk laki-laki dan perempuan, adalah bukti bah-wa Allah menjaga kehormatan kedua jenis kelamin. Sebab, zina adalah sarana perusakan kehormatan keduanya. 
Dalam konteks yang lain, Rasulullah saw. pernah mewasiat-kan agar kaum muslimin senantiasa memperlakukan kaum wani-ta dengan sebaik-baiknya. Bahkan untuk mengajak kaum wanita kepada kebaikan, Rasulullah memberikan acuan psikologis bah-wa wanita itu laksana tulang rusuk yang bengkok, yang tidak mudah diluruskan. Oleh sebab itu, kesabaran dan ketekunan kaum pria sangat diharapkan dan dibutuhkan. Bukan dengan tin-dakan kekerasan sebagaimana yang sering terjadi dalam rumah tangga. 
Namun tidak lantas hadis ini dipahami sebagai justifikasi bahwa wanitalah yang perlu diluruskan dan bukannya pria. Se-baliknya, kedua jenis kelamin perlu saling mengingatkan dan me-luruskan satu sama lain. 
Buku ini menuturkan banyak ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi yang berkenaan dengan rambu-rambu agama yang berkaitan de-ngan fikih wanita. Sang penulis sengaja menyampaikan ayat-ayat dan hadis-hadis tersebut secara ensiklopedis dengan maksud agar para wanita dapat langsung merujuk kepada sumber asli ajaran agama. Dengan lebih banyak dalil yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis yang dipaparkan, seorang muslimah diharapkan dapat lebih menghayati pesan-pesan agama dan mengaplikasikannya dalam kehidupan.
Dan sebagaimana Allah menjaga kehormatan laki-laki dan perempuan, buku ini layak dibaca siapa saja, baik laki-laki mau-pun perempuan, yang ingin memahami wejangan-wejangan dan nasihat-nasihat Allah dan Rasul-Nya. Semoga buku ini dapat menjadi kontribusi bagi terciptanya Indonesia yang baldatun thay-yibatun wa Rabbun ghafur, sebuah negeri yang baik dan senantiasa dalam ampunan dan kasih sayang Allah swt.
Selamat membaca!

HIDUP BAHAGIA BERSAMA SUAMI [pustaka adnan]


Penulis: Muhammad Hussein
 Alih Bahasa: Kuwais, Jakarta
 Disain Isi: Norhisyam
 Desain Cover: Abu Fadhel
 Penyelaras Cover: Hilya_AR


Banyak buku dan artikel ditulis untuk kaum laki-laki dan hal pemilihan calon istri dan cara mempergaulinya. Sementara jarang ditemui artikel dan buku yang ditujukan bagi kaum pe¬rempuan dalam hal yang sama padahal mereka adalah pasangan hidup kaum laki-laki. Oleh karenanya buku ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kaum perem¬puan, yang salah satunya adalah ibuku, semoga Allah merahmatinya dengan rahmat yang tiada berbilang.

Beliau mengajarkan aku tentang kebaikan dan akhlak mulia lewat interaksi keseharian dengannya. Aku kerap mendengar ucapannya yang sering kali masih terngiang di telingaku, “Ya Muhammad, anakku. Ucapan yang manis itu nikmat meskipun merupakan kebohongan. Dan kalimat kasar dapat menimbul¬kan amarah meski kebenaran.” Betapa aku berhutang banyak kepadanya dalam hidupku. Semoga Allah swt. membalas beliau dengan kebaikan sebagaimana yang telah dilakukannya terhadap¬ku dan keluarganya.
Salah satu dari mereka juga adalah istriku yang menjadi ibu dari anak-anakku yang selalu mencari keridhaanku setelah ber¬usaha mencari keridhaan Allah swt. Ia selalu berusaha me¬menuhi hak-hakku dan mendedikasikan umurnya dalam men¬didik dan melayani anak-anakku dengan kasih sayang dan kesungguhan sehingga ia sendiri tidak mengurusi dirinya sen¬diri, badannya menjadi kurus dan kesehatannya mulai ter¬gang¬gu. Semoga Allah swt. membalas kebaikan yang telah ia berikan kepadaku, anak-anakku dan kaum muslimin yang ber¬tetangga dengan rumahku. Semoga Allah swt. juga menyem¬purnakan nikmat baginya dan memberkahi sisa umurnya.
Seorang yang lain juga adalah saudariku. Bagiku dia adalah seorang ibu yang kerap memperhatikanku meski banyak tugas rumah tangga yang harus dilakukannya terhadap suami dan anak-anaknya. Semoga Allah swt. membalas kebaikannya ter¬hadap keluarga dan semoga Allah memberikannya keselamatan dalam urusan agama, dunia dan akhirat.
Salah satunya lagi adalah putriku satu-satunya yang se¬nantiasa berusaha menjadi yang terbaik sehingga Allah mem¬berikan suami yang terbaik baginya. Ia dan suaminya kini dalam masa fitrah yang masih baru, berperangai baik dan hati yang bersih. Aku tidak memujinya di depan Allah, karena ia amat me¬ngetahui hal ini. Mereka berdua telah mencapai hidup yang mapan dan sejahtera. Dan masih banyak lagi perempuan lain yang tidak bisa disebutkan. Inilah saatnya untuk menanam kebaikan kepada mereka. Aku akan memetik daun kebaikan bagi mereka sehingga mereka dapat bernaung di bawah naungan kebaikan tersebut.
Kepada Allah swt. aku berharap agar diberikan petunjuk dalam proses penulisan buku ini agar dapat mencapai ke¬ridhaan-Nya dan dapat memberikan manfaat di dunia dan akhirat. Sungguh Dia Maha Berkuasa dan Mendengar dan Dia Mampu atas segala sesuatu. Aku tidak dapat memberikan pe¬tunjuk kecuali yang diperkenankan Allah swt. kepada-Nya aku bertawakkal. Dia-lah Penolong dan Pelindungku. Tiada daya dan upaya melainkan dari Allah swt semata.

SPIRIT BERISLAM [pustaka nuun]

[Penulis: Sholih Hasyim, Editor: Desain Isi, Masrukin: Mustaqim, Desain Sampul: Abu Fadhel, Penyelaras Akhir: Norhisyam]


JIKA kita melihat ke belakang sejarah awal perkembangan dakwah Islam kita bisa memahami dan mengambil ibrah, ‘ubur (pelajaran, jem¬bat¬an menuju sukses), sesungguhnya doa yang pertama kali dipan¬jatkan oleh Rasulullah saw. adalah memohon dikaruniai sumber daya manusia yang berkualitas. SDM tidak identik dengan kependekan dari “Selamatkan Diri Masing-Masing”, seperti yang dipahami komunitas hedonis.
اَللَّهُمَّ أَعِزِّ الاِسْلاَمَ بِأَحَبَّ هَذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ عُمَرُ ا بْنِ الْخَطاَّبِ وَ عَمْرُو ابْنِ هِشاَمٍ.
“Ya Allah, jayakanlah Islam ini dengan masuk islamnya salah satu dari dua orang yang disegani kaumnya, Umar ibn Khaththab dan Amr bin Hisyam.” (Al-Hadits)
Beliau mengadakan istighotsah (meminta bantuan langsung ke¬pada Allah swt.) pada malam Jum’at, bermunajat semalam suntuk sampai shubuh guna menyongsong perang Badar pada keesokan harinya. Pa¬dahal umat Islam angkatan pertama ini belum memiliki pengalaman yang memadai tentang dunia militer secara formal (jihad kifai).
Secara lahiriyah, Rasulullah saw. hampir tidak yakin dengan kualitas personil 313 sahabat terdiri dari kalangan masyarakat grass root. Apalagi tidak memiliki persiapan yang memadai untuk berperang. Secara kuan¬titas kaum muslimin tidak sebanding dengan jumlah personil dan ke¬lengkapan persenjataan kaum kafir.
Rasulullah berucap: Ya Allah, jika kelompok ini binasa, maka Eng¬kau tidak akan disembah lagi di muka bumi. Kemudian beliau berbisik kepada Allah swt.: Ya Allah, laksanakanlah apa yang telah Engkau jan¬jikan kepadaku. Ya Allah, kami mohon pertolongan-Mu, Beliau meng¬angkat kedua tangannya ke langit hingga selendangnya terjatuh dari kedua pundaknya. Abu Bakar berusaha menghibur dan menya¬takan em¬patinya, karena beliau banyak memohon kepada-Nya (Shahih Muslim, Kitabul Jihad was-Sair (Bagian Jihad dan Ekspedisi) bab al-Imad bil Malaikah fi Ghazwati Badr (sub: Pertolongan Malaikat pada Perang Badar) nomor 1763.
“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: ‘Sesungguhnya Aku akan men¬da¬tang¬kan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” (QS. Al-Anfal [8]: 9)
Tetapi jumlah pasukan yang hanya ¼ dari musuh, melahirkan ke¬menangan yang gemilang. Karena massa kaum muslimin bisa dikelola untuk bersama-sama menomorsatukan kehendak Allah swt., lewat me¬lakukan puasa Ramadhan. Puasa adalah junnah (perisai, tameng) kata Nabi saw.. Pada malam hari mereka bagaikan pendeta dan pada siang hari mereka laksana singa di padang pasir (ruhbanun fillail wa fursanun fin nahari).
“Sungguh Allah Telah menolong kamu dalam peperangan Badar, pa¬da¬hal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah (jumlah per¬sonil sedikit, perlengkapan perang tidak cukup). Karena itu bertak¬walah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya.” (QS. Ali Imran [3]: 123)
Para Nabi dahulu sekalipun usianya sudah se-abad dan isterinya dalam keadaan mandul, tidak pernah putus asa berdoa agar dikaruniai generasi pelanjut perjuangannya (mawali).
“Ia Berkata ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan ke¬palaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, Ya Tuhanku. Sesungguhnya aku khawatir ter¬hadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, Maka anugerahilah Aku dari sisi Engkau seorang pu¬tera. Yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, Ya Tuhanku, seorang yang diridhai.” (QS. Maryam [19]: 4 - 6)
Demikian pentingnya sumber daya manusia unggul, maka siapa yang memiliki cadangan sumber daya insani yang berkualitas, niscaya berkembang pula berbagai aspek kehidupan yang lain. Sebaliknya, sekalipun kaya sumber daya alam dan berbagai sarana material lainnya, tetapi miskin SDM` bermutu, bagaikan membuat lubang kehan¬curan¬nya secara gradual. Semua karunia-Nya tidak bisa disyukuri, sehingga mengantarkannya pada kehancuran (istidraj, di ulu-ulu. Bhs Jawa).
Sekarang ini secara kuantitas, kaum muslimin di dunia jauh lebih unggul dari umat lain (1,5 Milyar). Tetapi, jumlah mayoritas terbukti tidak berdaya menghadapi konspirasi jahat dari musuh-musuhnya. Kehadiran kaum muslimin tidak menggenapkan dan absennya tidak mengganjilkan (wujuduhum ka-adamihim). Jumlah mayoritas yang tidak unggul dalam moral dan intelektual serta pisik (basthotan fil ilmi wal jism), berada di pinggir dalam memberikan kontribusi pembangunan peradaban dunia. 
Dalam sejarah terbukti, dengan asset sumber daya manusia yang mukhlis (ikhlas), muslim (patuh kepada Allah dan Rasul-Nya), mukmin (yang membenarkan-Nya), muhsin (yang selalu berbuat baik sekalipun kepada orang yang berbuat jelek kepadanya), mujahid (selalu berjuang di jalan-Nya), muwahhid (tidak selingkuh dengan-Nya), dan shabir (teguh di jalan kebenaran), istiqomah (konsisten), muqarrabin (orang yang dekat dengan Allah), yang memiliki persyaratan untuk memperoleh pertolongan-Nya.
“Jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti .” (QS. Al-Anfal [8]: 65)
“Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka se¬sungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik" (QS. Yusuf [12]: 90)
“Bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu.” (QS. Ar-Rum [30]: 60)
Tidakkah kita mengambil pelajaran dari perang Hunain. Sekalipun kaum muslimin memiliki massa yang besar, tetapi ada oknum muallaf yang menghendaki dunia sekalipun mayoritas menghendaki akhirat, terbukti tidak memberikan manfaat. Karena, menurut pandangan Allah swt., orientasi, motivasi kaum muslimin berbeda. Indikator tidak adanya kerapian shaff (barisan) jamaah.
“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.” (QS. At-Taubah [9]: 25)
Demikian pula kekalahan yang menimpa kaum muslimin pada perang Uhud, karena dalam barisan mereka ada yang menghendaki dunia dan ada yang menghendaki akhirat.
“Sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada sa'at kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah me¬ma¬lingkan kamu dari mereka [*] untuk menguji kamu, dan Sesunguhnya Allah telah mema'afkan kamu. dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang orang yang beriman.(QS. Ali Imran (3): 152)
Menurut pandangan Allah swt. terdapat perbedaan yang men¬da¬sar antara sumber daya insani yang steril dari kontaminasi dosa, dengan sumber daya manusia yang berlumuran maksiat.
“Katakanlah: ‘Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.’” (QS. Al-Maidah [5]: 100)
Sebaliknya, jumlah sedikit yang memiliki iltizam (keterikatan yang kuat dengan perjuangan), berhak memperoleh pertolongan-Nya.
“Ingatlah (hai para Muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di muka bumi (Mekkah), kamu takut orang-orang (Mekkah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Anfal [8]: 26)
Al-Junudul Muthi’ah (prajurit-prajurit yang taat), zuhud, wara’ (mem¬ba¬tasi konsumsi yang halal), yang meminum air hanya seteguk (sekedar menghilangkan dahaga), sekalipun sedikit bisa mengalahkan jumlah ma¬yoritas.
Umar ibn Khaththab berdoa, Ya Allah jadikanlah aku termasuk ke¬lompok kecil.
“Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: ‘Sesung¬guhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya; bukanlah ia pengikutku. dan barang¬siapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka dia adalah pengikutku.’ Kemudian mereka meminumnya kecuali be¬berapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: ‘Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya.’ orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: ‘Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 249)
Sumber daya insani yang memiliki kekuatan pisik dan ilmu yang luas yang akan mempunyai kesiapan untuk memimpin.
“Nabi mereka mengatakan kepada mereka: ‘Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.’ mereka menjawab: ‘Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?’ Nabi (mereka) berkata: ‘Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.’ Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 247)
“Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.” (QS. Al-Araf [7]: 10)
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan jangan¬lah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikit¬lah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).” (QS. Al-Araf [7]: 3)
“Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tung¬ku). Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.” (QS. Saba’ [34]: 13)
Seorang ‘alim pada masa sebelum kita yang bernama Barshisha, bisa mengalahkan setan ketika hatinya bersih dari kontaminasi dunia. Tetapi ketika niatnya berubah dari idealisme awal dan beralih pada kenik¬matan materi (mata’), maka setan dengan mudah menundukkannya.


LA TASKUT [PUSTAKA NUUN]

Penulis:
Misbah Khoiruddin Zuhri
Muhammad Shobirin Suhail

Desain Isi:
Noerhisyam

Desain Cover: 
Hilya AR.





Berbahasa adalah berproses. Berproses lebih penting dari sekedar proses. Proses dalam bahasa adalah tahapan dan tingkatan yang harus ditahapi secara periodik. Mulai dari tingkatan ibtidâ’iy, mutawassith hingga mutaqaddim. Ketika berbahasa dipahami sebagai sebuah laku melewati tahapan saja tanpa ikut berproses di dalamnya, maka proses tersebut akan bermakna sebagai proses bahasa, belum ber¬proses berbahasa. Karena berproses berbahasa membutuhkan kerja aktif untuk mengoptimalkan diri, tidak hanya mengikuti alur belajar bahasa. 
Dalam tahapan belajar bahasa, seorang anak kecil memiliki cerita yang menarik untuk kita pelajari. Seringkali, dalam acara motivasi berbahasa, pembicara mengambil contoh tentang anak kecil asal Arab yang mampu fasih berbahasa Arab, mengapa kita tidak? Sebenarnya tidak cukup relevan untuk membandingkan mereka dengan kita, karena beberapa perbedaan yang mendasar, meliputi lingkungan maupun kultur. Namun, menurut hemat kami, ada pesan yang lebih penting untuk kita tangkap. Yakni, pentingnya berproses, tidak hanya hanyut dalam proses.
Ada beberapa hal yang menarik terkait dengan sosok anak kecil yang fasih berbicara bahasa Arab. Diantaranya, antusias, keuletan, dan pendamping. 
Pertama, antusias berbahasa. Anak kecil cenderung memiliki antusias yang tinggi. Rasa ingin tahu menjadi motivator. Sebelum mengetahui apa yang ingin diketahui, proses pencarian tiada henti. Dalam tahapan awal berbicara, anak kecil selalu meniru apa yang ia dengar, kemudian mempraktekkannya. Mulanya, terbata-bata, dengan terus diulang-ulang, tak ayal semakin lancar. Antusias lebih kuat dari pada niat, ia lahir atas kesadaran yang tulus, dibangun dengan komitmen, difungsikan dengan semangat, diorientasikan untuk men¬capai hasil. Spirit “antusias” itulah yang perlu diterapkan dalam berbahasa Arab. Seperti anak kecil yang belum kenal bahasa tadi, kita sebagai orang ‘ajam (Li ghairin-nâthiqina bil-Arabiyyah) sudah se¬harus¬nya memiliki antusias yang tinggi untuk berbahasa. Antusias ber¬bahasa dimaksudkan mengoptimalkan diri dalam kegiatan berbahasa.
Kedua, keuletan. Terus-menerus melatih berbahasa. Selalu men¬coba; mengeja, membaca, berkata, dan seterusnya. Salah, bukan ber¬arti akhir untuk mencoba. Justru dengan kesalahan menjadi bahan evaluasi guna memperbaiki lebih baik. 
Ketiga, pendampingan dan bimbingan. Peran penting pendamping dan pembina sangat signifikan dalam kesuksesan berbahasa. Pen¬dampingan bukan berarti sebagai pengawas, jasus, tapi sebagai “sahabat berbahasa”. Ketika pendamping berfungsi sebagai sahabat berbahasa, maka antusias berbahasa semakin meningkat. Berbeda, ketika pendamping berfungsi sebagai pengawas, yang timbul adalah perasaan takut dan khawatir yang berlebihan. Sehingga tujuan ber¬bahasa tidak lagi berbasis antusias, tapi kekhawatiran.
Pendampingan berbahasa semakin berarti bagi kami atas hadirnya banyak pihak yang turut membantu kami dalam berproses berbahasa, termasuk berproses menyelesaikan buku ini. Dalam hal ini, terima¬kasih tak terkira, kami haturkan kepada Bapak dan Ibu, H. Amin Rochman-Hj. Syamsiyati dan H. Ahmad Sahal- Hj. Juwariyah, yang selalu memberikan yang terbaik kepada kami; pendidikan, moralitas dan kedisiplinan. Untuk Kak Ali, Kak Kamal, Mas Wawan, Mbak Nila, Mbak Tia, Dek Aan, Dek Novi, Dek Fahmi, Dek Siroj, Dek Yafi’, dan Dek Ima yang selalu memotivasi kami untuk menyelesaikan buku ini. Khususnya, Mas Ahmad Sugeng Utomo yang telah mem¬berikan perhatian dan bantuannya dalam penerbitan buku ini.
Kepada Pak Yai Khumaidi yang melatih mengeja kata. Pak H. Ali Musyaffa’, Pak Edi, Pak Mustahiq, atas keteladanannya untuk terus berproses. Kagem KH. Ahmadi Abdul Fattah, KH. Mc. Ulil Albab Arwani, KH. Syafiq Nashan, Lc., KH. Amin Yasin, yang senantiasa men¬dedikasi¬kan waktu dan ilmunya. Serta KH. Musthofa Imron, BA., atas motivasi, “dengan bahasa, dunia dalam genggamanmu”. Wabilkhusus, Ust. H. Nur Khamim, Lc. Dpl., Ust. H. Himam Awwaly, Lc., atas seluruh inspirasi dan pengalaman, wa lakum minni jazîlusy-syukr. 
Dumateng Poro Romo Kyai; KH. Humam Suyuthi, M.H.I., KH. Najib Suyuthi, M.Ag., KH. Faruq Suyuthi, KH. Abdul Jalil, KH. Ilyas Nawawi, K. Ahmad Hasyim, KH. Akhyar Royyan, K. Abdul Muiz, K. Moh. Hamdan Rois, dan K. Ruhani Mustofa, yang senantiasa mem¬berikan teladan, inspirasi dan motivasinya dalam mencapai “man jadda wajad”. Fa jazakumullah khairal-jazâ’.
Kepada asâtidzina; Drs. H. Adib Sutaryadi, H. Suhadi, Lc., H. Abdul Mufid, Lc., H. M. Anshori Munawwar, Lc., H. M. Anshori Ali, Lc., H. M. Zubaidi, Lc., Drs. Misbahul Munir, Fuadi Abdul Jabar, S.Ag., Nabhan Ulin Nuha, S.Ag., yang telah banyak memberikan motivasi dan bimbingannya dalam berbahasa.
Wa bil-khusus, kepada KH. Ahmad Warson Munawwir dan Prof. Dr. Anik Ghufran atas bimbingan dan kesediaannya memberi kata pengantar buku ini. KH. Zaim Ahmad Maksum atas apresiasi dan dukungannya kepada kami untuk terus berkarya guna memperkaya khazanah dunia pesantren khususnya, dan Islam pada umumnya. Juga kepada, Bapak Sulaiman al-Kumayi, MA. yang selalu menginspirasi kami dalam berkarya. Mas Athoillah atas saran dan spirit inovasi bahasa yang membuat kami selalu terpacu. 
Juga kepada Pak Ali Rosyad, Lc. atas antusiasnya mendampingi proses editing. Syeikh Hamada, Syeikh Misrot, Syeikh Yusuf, Syeikh ‘Adhil (para sahabat dari Al-Azhar, Kairo, Mesir) atas waktunya memberi informasi dan pengetahuan tentang budaya dan lahjah ‘Amiyah. 
Dr. Abdul Muhayya, MA., Dr. Yusuf Suyono, M.Ag., Abu Hafsin, MA, Ph.D., Dr. Hasan Asyari Ulama’i, M.Ag., Ma’mun Efendi, Phd., KH. Abdul Karim As-Salawy, M.Ag, Ahmad Maghfurin, M.Ag., dan Ahmad Furqon, MA. atas bimbingan dan dedikasinya berbahasanya.
Para sahabat di Pusat Bahasa dan Budaya (PBB) Semarang; H. Imam Taufiq, M.Ag., Alis Asikin, M.Ag., Afnan Anshori, MA., Nuna Wijatanti, MA., Emy, S.Ag., Fakhrudin Aziz, Lc. Dpl. dan Agus Muthohar, S.Pdi atas semangat membumikan bahasa di Semarang. 
Teman IKSAB (Ikatan Abiturien Madrasah TBS, Kudus) dan IKAMARU (Ikatan Alumni Madrasah Raudhatul Ulum, Guyangan, Pati) khususnya cabang Semarang dan Mesir, sahabat-sahabatku di Jami’ah al-Ahqaf, Ma’had Habib Umar dan Ribth asy-Syathiri di Yaman, teman di Ponpes Darul Lughah wa Da’wah Bangil, yang senantiasa berbagi wawasan. 
Tak lupa pula teman-teman pejuang bahasa di Nafilah, WEC, PBA, TBI, LSB IAIN Walisongo, Al-Izzah STAIN Kudus, Komarun UNNES. Terus berinovasi berbahasa tanpa henti, terus berjuang. Juga, keluarga besar FUPK IAIN Walisongo Semarang, selalu mengharmoni, mengakademia. 
Kami menyadari sepenuhnya bahwa buku ini masih jauh dari kesempurnaan, masih terdapat berbagai kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik, saran, dan nasihat dalam upaya perbaikan pada penerbitan berikutnya. Karena berproses dalam berbahasa Arab pun membutuhkan partisipasi banyak pihak. Alfu mabruk!


GAIRAH MALAM ORANG-ORANG SHALIH [pustaka NUUN]


Judul: Gairah MalamOrang-orang Shaleh

Penulis: Ahmad Mushthafa Qasim ath-Thahthawi

Alih Bahasa: Achmad Sunarto

Editing & Tata Letak: Norhisyam

Desain Cover: Abu Fadhel

Tebal buku: 220 + xii; 14 x 21




Buku kami yang berjudul Lailush Shalihin wa Qashashul ‘Abidin ini sengaja kami suguhkan kepada para pembaca yang budiman dalam rangka menyertai perjalanan rabbani yang dilakukan oleh para hamba Allah yang diberi kesempatan untuk menaati dan mencintai-Nya. Kecintaan kepada Allah yang ada di hati mereka sangat besar, sehingga mereka cepat-cepat mendatangi Allah di dalam kegelapan malam dengan rukuk dan sujud di hadapan-Nya. Maka Allah swt. memberi mereka perasaan cinta kepada Allah, mengangkat derajat mereka ke posisi yang terdekat dengan-Nya, karena keikhlasan mereka dalam shalat Tahajud mereka. Mereka diposisikan di posisi ahli mahabbah dan ma’rifat. Mereka diberi kesabaran untuk mengabdi kepada-Nya, diberi kecintaan untuk mendekat kepada-Nya, diberi busana kecintaan yang indah dan mahkota kemuliaan yang anggun, sehingga hati mereka selalu hadir di hadapan Allah dan mereka sibuk dalam sembahyang mereka di malam hari ketika para hamba Allah yang lain sedang tidur dan lalai, sehingga mereka mendapat ridha-Nya.

Tujuan mereka hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah di saat yang paling berharga ketika Allah menurunkan rahmat-Nya, me¬ngabulkan permohonan semua hamba-Nya dan melipatganda¬kan pahala orang-orang yang bertahajud pada saat itu. Saat yang paling berharga itu telah digambarkan oleh Nabi saw. dalam sabdanya:
اِنَّ مِنَ اللَّيْلِ سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللهَ خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ اِلاَّ أَعْطَاهُ، وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ. 
“Sesungguhnya Allah mempunyai waktu di malam hari yang tidak seorang hamba muslim yang berdoa kepada Allah memohon kebaikan dunia dan akhirat, melainkan Allah akan mengabulkannya dan saat itu terjadi pada setiap malam.” (Muslim: 757; Ahmad: 3/313 dan Ibnu Hibban: 2561)

Karena keyakinannya yang kokoh, maka mereka mengisi waktu-waktu malam mereka dengan shalat dan berdoa karena Allah. Mereka dipanggil Allah di dalam kegelapan malam untuk mendekat kepada-Nya dan mereka memenuhi panggilan-Nya. Mereka me¬ninggal¬kan tempat pembaringan mereka dan menjadikan malam se¬bagai tunggangan mereka menuju Allah. Bersujud kepada Allah di akhir malam menjadi idola mereka dan beribadah di malam hari menjadi kebiasaan mereka, sampai Allah memasukkan mereka dalam golongan orang-orang yang taat kepada-Nya. Allah menggambar¬kan kebiasaan mereka dalam firman-Nya:

كَانُوْا قَلِيْلاً مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُوْنَ. وَبِاْلأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُوْنَ.
“Di malam hari mereka tidak banyak tidur. Di waktu sahur mereka memohon ampun.” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 17-18)

Mereka adalah orang-orang yang mendekati akhirat dan men¬jauhi dunia. Allah mencintai mereka, sehingga mereka rela me¬ninggal¬kan tempat pembaringan mereka untuk beribadah di malam hari. 

Andai kata saudaraku muslim mendengar bacaan Al-Qur’an mereka dan merasakan kerinduan mereka kepada Tuhannya, seperti yang disebutkan Allah dalam firman-Nya:
 أُمَّةٌ قَائِمَةٌ يَتْلُوْنَ آيَاتِ اللهِ آَنَاءَ اللَّيْلِ وَهُمْ يَسْجُدُوْنَ.
“Orang-orang yang menegakkan agama Allah, mereka suka membaca ayat-ayat Allah di malam hari ketika mereka sedang bersujud (sembahyang malam).” (QS. Ali Imran [3]: 113)
Dan andai kata engkau menyaksikan ketika mereka sedang me¬mohon ampun dan berdoa sambil meneteskan air mata, pasti hati¬mu akan tergugah untuk meninggalkan kesenangan hidup dan kelalaianmu. 
Maha Suci Allah yang menyampaikan mereka ke tingkatan para siddiq dan orang-orang yang ikhlas dalam ibadah mereka demi untuk mendapatkan ridha-Nya, sehingga mereka rela melupakan ke¬senangan hidup setelah merasakan manisnya beribadah di malam hari. 
Alangkah senangnya hati mereka ketika malam telah datang, ketika suara makhluk telah sirna dan ketika mereka tenggelam dalam rukuk dan sujud di hadapan Tuhan mereka. Semua itu mereka lakukan karena berharap pahala dan ridha Allah. Dan mereka men¬dapat harapan mereka. Seorang penyair dari mereka men¬ceritakan keadaan mereka di malam hari:
وَاذْرِ الدُّمُوْعَ عَلَى الْخُدُوْدِ سِجَامَا 2 اِمْنَعْ جُفُوْنَكَ أَنْ تَذُوْقَ مَنَامَا
يَا مَنْ عَلَى سَخَطِ الْجَلِيْلِ اَقَامَا 2 وَاعْلَمْ بِاَنَّكَ مِيِّتٌ وَمُحَاسَبٌ
فَرَضِيَ بِهِمْ وَاخْتَصَّهُمْ خُدَّامَا 2 لِلَّهِ قَوْمٌ اَخْلَصُوْا فِى حُبِّهِ
بَاتُوْا هُنَالِكَ سُجَّدًا وَقِيَامًا 2 قَوْمٌ اِذَا جَنَّ الضَّلاَمُ عَلَيْهِمُ
لاَ يَعْرِفُوْنَ سِوَى الْحَلاَلَ طَعَامَا 2 خُمُصُ البُطُوْنِ من التَّعَفُّفِ ضُمْرًا
“Cegahlah kelopak matamu menikmati manisnya tidur, biarkan air mata menetes sebanyak-banyaknya di pipi.
Ketahuilah bahwa engkau akan mati dan akan diperhitungkan wahai manusia yang selalu berada dalam kemurkaan Allah.

Demi Allah, ada sejumlah orang yang ikhlas dalam cintanya kepada Allah, sehingga Allah meridhai mereka dan menjadikan mereka sebagai para pengabdi kepada-Nya.

Mereka adalah orang-orang yang jika malam hari telah tiba kepada mereka, maka pada waktu itu mereka mengisinya dengan sujud dan berdiri dalam shalat mereka.
Perut mereka kosong dan kempis, karena mereka tidak pernah makan kecuali makanan yang dihalalkan.”
Seorang penyair lain mensifati keadaan mereka di malam hari:
كَاَنَّهُمْ دُوْنَنَا بِاْلأَمْرِ قَدْ قَصَدُوْا 2 كَمْ ذَا الرُّقَادِ وَأَهْلُ الْجَدِّ مَا رَقَدُوْا
ومَا عَمِلْتَ مِنْ عَمَلٍ ذَاكَ الَّذِِيْ تَجِدُ 2 قَامُوْا ونِمْتَ وَجَدُّوْا اِذَا هَزِلْتَ
فَفِى الْقُبُوْرِ اِذَا مَا جِئْتَهَا مُهُدُ 2 اُهْجُرْ مِهَادَكَ لاَ تُلْمِمْ بِسَاحَتِهِ
مِنَ الْحَرِيْرِ وَاِلاَّ جُمْرَةً تَقِدُ 2 مَا شِئْتَ اِنْ شِئْتَهَا مُهُدًا مُلَيَّنَةً
لَيِّنُ الْفِرَاشِ وَلاَ اْلأَوَانِسُ الْخُرُدُ 2 لِلَّهِ دَرُّ رِجَالٍ لَمْ يَمِلْ بِهِمْ
وَدَمْعَةٌ فِى الْعَيْنِ تَطَرَّدُ 2 قَامُوْا وَنَارُ اْلأَسَى فِى الْقَلْبِ تَتَّقِدُ
وَاسْتَثْفَعُوْا لِعَظِيْمِ الْفَظْلِ اِذْ قَصَدُوْا 2 بَثُّوْا حَدِيْثَهُمُ وْطُوْلَ شَجْوِهِمُ
وَفِى قُبُوْرِهِمْ يَا طِيْبَ مَا وَجَدُوْا 2 تَنَعَّمُوْا فِى الدُّجَى بِقُرْبِ رَبِّهِمْ
وَخَلَّفُوْكَ اِلَى الْوَرَدِ الَّذِيْ وَرَدُوْا 2 جَاتزُوْا عَلَيْكَ وَاَنْتَ رَقِيْدٌ فَمَضَوْا
مَا كَانَ أَوْلىَ بِتِلْكَ الْمُقْلَةِ الرَّمَدُ 2 يَا رَاقِدًا وَرِجَالُ اللهِ سَاهِرَةً
“Berapa banyak orang yang tidur, sedangkan orang yang bersungguh-sungguh tidak pernah tidur, seolah-olah mereka berharap sesuatu yang berlainan dengan harapan kami.
Mereka beribadah di malam hari ketika engkau tidur dan mereka bersungguh-sungguh ketika engkau bermalas-malasan dan engkau tidak pernah melakukan seperti yang mereka lakukan.
Karena itu, tinggalkan tempat pembaringanmu, jangan engkau pernah berada di serambinya, karena engkau sudah disiapkan tempat pembaringan di dalam kubur jika engkau tidak membawa tempat pembaringanmu ke sana.
Di sana engkau dapat memilih tempat pembaringan yang empuk dan lembut yang terbuat dari kain sutera atau dari bara api yang berkobar.
Demi Allah, ada sejumlah orang yang tidak menyenangi empuknya tempat pembaringan dan kecantikan para gadis yang menawan.

Mereka beribadah di malam hari, sedangkan api kekhawatiran mereka berkobar di hati mereka dan mata mereka selalu mencucurkan air mata.

Sebarkan kisah mereka dan panjangnya pengaduan mereka kepada Allah. Mohonlah syafaat mereka jika engkau menginginkannya, karena keutamaan mereka ada di sisi Allah.
Mereka menikmati kegelapan malam dengan bertakarub kepada Tuhan mereka dan di dalam kubur kelak, mereka akan mendapati kesenangan yang luar biasa.
Mereka melewatimu ketika engkau sedang tidur dan mereka mendahuluimu di belakang ke tempat yang telah mereka datangi.
Wahai orang yang tidur, sesungguhnya engkau tidak pantas memejamkan matamu ketika para wali Allah sedang tidak tidur.”

Sungguh amat indah ucapan seorang tokoh tabi’in, seorang ahli tahajud ketika ia berkata: 

بَلَغَنِى اَنَّ اللهَ تَعَالَى يَنْزِلُ كُلَّ لَيْلَةٍ اِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِيْنَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ اْلآخِيْرِ فَيَقُوْلُ: كَذَبَ مَنِ ادَّعَى مَحَبَّتِى، فَاِذَا جَنَّهُ اللَّيْلُ – سَتَرَهُ – نَامَ عَنِّى. اَلَيْسَ كُلُّ مُحِبٍّ يُحِبُّ الخَلْوَةَ مَعَ حَبِيْبِهِ، فَهَا اَنَا مُطَّلِعٌ علَى اَحْبَابِى اِذَا هَجَمَ اللَّيْلُ، مَثُلَتْ نَفْسِى بَيْنَ اَعْيُنِهِمْ فَخَاطَبُوْنِى عَلَى الْمُشَاهَدَةِ وَكَلَّمُوْنِى عَلَى الْحُضُوْرِ وَغَدًا اُقِرُّ اَعْيُنَ اَحِبَّائِى فِى جَنَّتِى.
“Aku diberitahu bahwa Allah Yang Maha Mulia turun setiap malam ke langit dunia ketika malam tinggal sepertiga akhir seraya berfirman: “Sungguh amat berdusta seorang yang mengaku cinta kepada-Ku, tetapi jika malam hari tiba, maka ia tertidur dari Aku. Bukankah setiap kekasih senang berkhalwat dengan kekasihnya. Aku selalu memandang para kekasihku di malam hari. Aku menghadirkan diri-Ku di depan mereka, sehingga mereka dapat berdialog dengan-Ku secara langsung. Dan kelak akan Aku senangkan pandangan mata para kekasih-Ku di dalam surga-Ku.”

Saudaraku muslim! Dengan memohon pertolongan kepada Allah, kami susun buku ini untukmu. Di dalamnya kami terangkan berbagai masalah tentang beribadah di tengah malam, termasuk tata kramanya, keutamaannya, petunjuk Nabi saw., para sahabat, para tabi’in dan para ulama setelah mereka, agar dapat dijadikan contoh yang baik bagi para pembaca buku ini demi untuk menghidupkan ibadah di tengah malam. 

Beribadah di tengah malam merupakan masalah yang penting, meskipun jarang yang melakukannya, kecuali hanya di bulan Ramadhan. Mungkin juga ibadah di tengah malam dilakukan oleh sebagian orang secara kebiasaan, tetapi mereka tidak mengerti keutamaan dan tata kramanya. 

Karena itu, kami anggap perlu menyuguhkan contoh ibadah di tengah malam yang dilakukan kaum salaf shaleh. Karena mereka melakukannya dengan tawajuh, khusyuk, khudhu’, sungguh-sungguh, pasrah dan berharap ridha Allah swt. Mereka merasakan ke¬agungan, kelembutan, kecintaan dan kedekatan kepada Allah, sehingga hati mereka mencintai Allah, lidah mereka memuji, memohon dan ber¬dzikir kepada-Nya. Semalam suntuk mereka tenggelam dalam doa, berdzikir dan mereka tidak pernah merasa bosan dalam ibadah, karena menikmati kelezatan berdialog dengan Allah. 

Beribadah di tengah malam dapat mengokohkan hati dan mem¬¬¬biasakan kesabaran dan ketahanan jiwa. Karena itu, Allah mewajibkan¬¬nya kepada Nabi saw. dan orang-orang yang beriman di awal era perkembangan agama ini, sampai Nabi saw. berhasil mem¬bina satu generasi yang gemar beribadah di tengah malam yang mampu membawa dan menegakkan panji-panji Islam generasi demi generasi hingga kini. Mereka tersebar di seluruh pelosok bumi tanpa rasa takut kepada siapapun selain kepada Allah. 

Dari buku ini kalian akan mengetahui ibadah di tengah malam yang biasa dilakukan oleh tokoh mujahid Islam, Sultan Nuruddin Mahmud dan Salahuddin al-Ayyubi, karena kebiasaan itu merupakan syiar umat Islam dari dulu hingga kini, sampai pun ketika mereka dalam keadaan yang paling sulit di medan peperangan.
Kini, setelah umat ini meninggalkannya karena mencintai dunia dan tidak gemar beribadah, maka keadaan umat Islam sangat mem¬prihatinkan, seperti yang diberitahukan oleh Nabi saw. dalam sabdanya:
اِنَّ اللهَ يَبْغَضُ كُلَّ جَعْظَرِيٍّ جَوَّاظٍ، سَخَّابٍ بِاْلأَسْوَاقِ، جِيْفَةٍ بِاللَّيْلِ، حِمَارٍ بِالنَّهَارِ، عَالِمٍ بِأَمْرِ الدُّنْيَا، جَاهِلٍ بِأَمْرِ اْلآخِرَةِ.
“Sesungguhnya Allah benci kepada setiap orang yang bersikap kasar, yang loba dan pelit, yang suka berteriak di pasar-pasar, yang menjadi bangkai di malam hari, yang menjadi keledai di siang hari, yang hanya mengetahui masalah dunia saja dan tidak mengetahui masalah akhirat sedikitpun.” (Ibnu Hibban: 4/142; Maqayisil Lughati: 1/49 dan An-Nihayah: 1/316; hadits shahih)

Ketika sifat-sifat buruk itu dimiliki umat Islam, maka Allah men¬¬jadikan musuh menguasai diri mereka, merampas kekayaan negeri mereka, menghina mereka, sehingga terjadilah kemiskinan dan ke¬sulitan di berbagai negara Islam. Nampaknya kejadian yang mem¬prihatinkan itu termasuk salah satu siksa Allah bagi umat Islam yang lupa kepada Tuhannya dan sunnah Nabinya. Keadaan mereka seperti yang dikatakan oleh Al-Hasan al-Bashri:

تَفَقَّدُوْا الْحَلاَوَةَ فِى ثَلاَثٍ: اَلْقِيَامُ، وَالْقُرْآنُ، وَالدُّعَاءُ، فَاِنْ وَجَدْتُمُوْهَا فَأَمْسِكُوْا عَلَيْهَا وَاحْمَدُوْا اللهَ عَلَى ذَلِكَ، وَاِنْ لَمْ تَجِدُوْهَا فَاعْلَمُوْا اَنَّ أَبْوَابَ الْخَيْرِ عَلَيْكُمْ مُغْلَقَةٌ، فَعَالِجُوْا قَتْحَهَا.
“Carilah kelezatan bermunajat kepada Allah dalam tiga perkara: Beribadah di malam hari, membaca Al-Qur’an dan berdoa. Jika kalian menemukannya, maka peganglah baik-baik dan bersyukurlah kepada Allah atas karunia itu. Tetapi jika kalian tidak menemukannya, maka ketahuilah bahwa pintu-pintu kebaikan bagi kalian terkunci. Karena itu, usahakan membukanya.” (Al-Baihaqi: 5/447)

Buku ini, kami bagi dalam dua belas pembahasan: 

Pertama : Beribadah di tengah malam menurut Al-Qur’an, As-Sunnah dan kaum salaf.
Kedua : Sebab-sebab yang memudahkan beribadah di tengah malam.
Ketiga : Petunjuk Nabi saw. tentang beribadah di tengah malam.
Keempat : Kebiasaan para sahabat beribadah di tengah malam.
Kelima : Kebiasaan kaum tabi’in beribadah di tengah malam.
Keenam : Kebiasaan para ahli fikih, para zahid dan para penguasa Islam beribadah di tengah malam.
Ketujuh : Kebiasaan para wanita shalehah beribadah di tengah malam.
Kedelapan : Berbagai kisah dari para ahli ibadah di tengah malam.
Kesembilan : Mimpi-mimpi para ahli ibadah di tengah malam.
Kesepuluh : Munajat para ahli ibadah di tengah malam.
Kesebelas : Ibadah malam hari yang dilakukan oleh Nabi saw. dan para sahabat di malam bulan Ramadhan.
Kedua belas : Jumlah rakaat shalat Tarawih.
Sebagai penutup, kami berharap kepada Allah swt. semoga Allah mengobati kerusakan hati kami, menggalakkan hati kami untuk beribadah di tengah malam dan menjaganya baik-baik. Sesungguh¬nya hanya Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kami dan bagi segenap keluarga, sahabat dan umat Nabi saw. sepanjang masa.

ASMAUL HUSNA FOR SUPER WOMAN

[hOMe]



Penulis: Sulaiman al-Kumayi  

Desain Isi: Noerhisyam  

Desain Cover: Abu Fadhel  

Tebal Buku: 364 hlm. uk. jumbo

Buku yang hadir di depan pembaca saat ini merupakan lanjutan dari pembahasan penulis terhadap Asma’ul Husna, yang kemudian menghasilkan dua buku: pertama, Kecerdasan 99 [99 Quotient]: Cara Meraih Kemenangan dan Ketenangan Hidup Lewat Penerapan 99 Nama Allah (2003-2007, Hikmah, Jakarta), dan telah meraih bestseller; kemudian pada tahun 2008, buku ini diterbitkan dalam edisi Malaysia dengan judul: 99Q, Kecerdasan Berasaskan Asma’ul-Husna: Membuka Pintu Keajaiban Melalui Nama-nama Mulia [Asma’ul-Husna] (Selangor, Malaysia: PTS. Millenia Sdm Bhd, 2008). Alhamdulillah, di Negeri Jiran, buku ini mendapat sambutan hangat di sana. Ini dibuktikan dengan cetak ulang sampai tiga kali dalam setahun (2008). Buku kedua, 99Q for Family: Menerapkan Prinsip Asma’ul Husna dalam Kehidupan Rumah Tangga (Jakarta: Hikmah-Mizan, 2006). Dan buku ketiga adalah yang sedang Anda baca sekarang. Yang membedakan dari dua buku sebelumnya adalah fokus bahasan.

Dalam buku ini, Asma’ul Husna difokuskan pada “bagaimana seorang perempuan Muslimah meng¬hiasi dirinya lahir dan batinnya dengan nama-nama Allah yang indah tersebut”. Jika seorang Muslimah menjadikan Allah sebagai fondasi hidupnya, dalam keluar masuk nafasnya lewat Asma’ul Husna, maka ia akan menjadi sosok yang merefleksikan 99 nama Allah tersebut. Dengan mengingat-Nya berarti Dia selalu di hatinya. Inilah—yang oleh penulis—disebut sebagai Super Woman (Perempuan Super). Tapi, Super Woman di sini tidak ada kaitannya sebagai lawan Super Man (Laki-laki Super). 

Berkaitan dengan makna Asma’ul Husna secara kebahasaan, penulis tidak menguraikannya pada setiap nama. Uraian dari kebahasaan ini telah penulis bahas dalam buku pertama, Kecerdasan 99 [99 Quotient]: Cara Meraih Kemenangan dan Ketenangan Hidup Lewat Penerapan 99 Nama Allah atau 99Q, Kecerdasan Berasaskan Asma’ul-Husna: Membuka Pintu Keajaiban Melalui Nama-nama Mulia [Asma’ul-Husna], sehingga bagi pembaca yang ingin mengetahuinya dapat merujuk ke buku tersebut.