Blogger Template

Latest Post

LA TASKUT [PUSTAKA NUUN]

Penulis:
Misbah Khoiruddin Zuhri
Muhammad Shobirin Suhail

Desain Isi:
Noerhisyam

Desain Cover: 
Hilya AR.





Berbahasa adalah berproses. Berproses lebih penting dari sekedar proses. Proses dalam bahasa adalah tahapan dan tingkatan yang harus ditahapi secara periodik. Mulai dari tingkatan ibtidâ’iy, mutawassith hingga mutaqaddim. Ketika berbahasa dipahami sebagai sebuah laku melewati tahapan saja tanpa ikut berproses di dalamnya, maka proses tersebut akan bermakna sebagai proses bahasa, belum ber¬proses berbahasa. Karena berproses berbahasa membutuhkan kerja aktif untuk mengoptimalkan diri, tidak hanya mengikuti alur belajar bahasa. 
Dalam tahapan belajar bahasa, seorang anak kecil memiliki cerita yang menarik untuk kita pelajari. Seringkali, dalam acara motivasi berbahasa, pembicara mengambil contoh tentang anak kecil asal Arab yang mampu fasih berbahasa Arab, mengapa kita tidak? Sebenarnya tidak cukup relevan untuk membandingkan mereka dengan kita, karena beberapa perbedaan yang mendasar, meliputi lingkungan maupun kultur. Namun, menurut hemat kami, ada pesan yang lebih penting untuk kita tangkap. Yakni, pentingnya berproses, tidak hanya hanyut dalam proses.
Ada beberapa hal yang menarik terkait dengan sosok anak kecil yang fasih berbicara bahasa Arab. Diantaranya, antusias, keuletan, dan pendamping. 
Pertama, antusias berbahasa. Anak kecil cenderung memiliki antusias yang tinggi. Rasa ingin tahu menjadi motivator. Sebelum mengetahui apa yang ingin diketahui, proses pencarian tiada henti. Dalam tahapan awal berbicara, anak kecil selalu meniru apa yang ia dengar, kemudian mempraktekkannya. Mulanya, terbata-bata, dengan terus diulang-ulang, tak ayal semakin lancar. Antusias lebih kuat dari pada niat, ia lahir atas kesadaran yang tulus, dibangun dengan komitmen, difungsikan dengan semangat, diorientasikan untuk men¬capai hasil. Spirit “antusias” itulah yang perlu diterapkan dalam berbahasa Arab. Seperti anak kecil yang belum kenal bahasa tadi, kita sebagai orang ‘ajam (Li ghairin-nâthiqina bil-Arabiyyah) sudah se¬harus¬nya memiliki antusias yang tinggi untuk berbahasa. Antusias ber¬bahasa dimaksudkan mengoptimalkan diri dalam kegiatan berbahasa.
Kedua, keuletan. Terus-menerus melatih berbahasa. Selalu men¬coba; mengeja, membaca, berkata, dan seterusnya. Salah, bukan ber¬arti akhir untuk mencoba. Justru dengan kesalahan menjadi bahan evaluasi guna memperbaiki lebih baik. 
Ketiga, pendampingan dan bimbingan. Peran penting pendamping dan pembina sangat signifikan dalam kesuksesan berbahasa. Pen¬dampingan bukan berarti sebagai pengawas, jasus, tapi sebagai “sahabat berbahasa”. Ketika pendamping berfungsi sebagai sahabat berbahasa, maka antusias berbahasa semakin meningkat. Berbeda, ketika pendamping berfungsi sebagai pengawas, yang timbul adalah perasaan takut dan khawatir yang berlebihan. Sehingga tujuan ber¬bahasa tidak lagi berbasis antusias, tapi kekhawatiran.
Pendampingan berbahasa semakin berarti bagi kami atas hadirnya banyak pihak yang turut membantu kami dalam berproses berbahasa, termasuk berproses menyelesaikan buku ini. Dalam hal ini, terima¬kasih tak terkira, kami haturkan kepada Bapak dan Ibu, H. Amin Rochman-Hj. Syamsiyati dan H. Ahmad Sahal- Hj. Juwariyah, yang selalu memberikan yang terbaik kepada kami; pendidikan, moralitas dan kedisiplinan. Untuk Kak Ali, Kak Kamal, Mas Wawan, Mbak Nila, Mbak Tia, Dek Aan, Dek Novi, Dek Fahmi, Dek Siroj, Dek Yafi’, dan Dek Ima yang selalu memotivasi kami untuk menyelesaikan buku ini. Khususnya, Mas Ahmad Sugeng Utomo yang telah mem¬berikan perhatian dan bantuannya dalam penerbitan buku ini.
Kepada Pak Yai Khumaidi yang melatih mengeja kata. Pak H. Ali Musyaffa’, Pak Edi, Pak Mustahiq, atas keteladanannya untuk terus berproses. Kagem KH. Ahmadi Abdul Fattah, KH. Mc. Ulil Albab Arwani, KH. Syafiq Nashan, Lc., KH. Amin Yasin, yang senantiasa men¬dedikasi¬kan waktu dan ilmunya. Serta KH. Musthofa Imron, BA., atas motivasi, “dengan bahasa, dunia dalam genggamanmu”. Wabilkhusus, Ust. H. Nur Khamim, Lc. Dpl., Ust. H. Himam Awwaly, Lc., atas seluruh inspirasi dan pengalaman, wa lakum minni jazîlusy-syukr. 
Dumateng Poro Romo Kyai; KH. Humam Suyuthi, M.H.I., KH. Najib Suyuthi, M.Ag., KH. Faruq Suyuthi, KH. Abdul Jalil, KH. Ilyas Nawawi, K. Ahmad Hasyim, KH. Akhyar Royyan, K. Abdul Muiz, K. Moh. Hamdan Rois, dan K. Ruhani Mustofa, yang senantiasa mem¬berikan teladan, inspirasi dan motivasinya dalam mencapai “man jadda wajad”. Fa jazakumullah khairal-jazâ’.
Kepada asâtidzina; Drs. H. Adib Sutaryadi, H. Suhadi, Lc., H. Abdul Mufid, Lc., H. M. Anshori Munawwar, Lc., H. M. Anshori Ali, Lc., H. M. Zubaidi, Lc., Drs. Misbahul Munir, Fuadi Abdul Jabar, S.Ag., Nabhan Ulin Nuha, S.Ag., yang telah banyak memberikan motivasi dan bimbingannya dalam berbahasa.
Wa bil-khusus, kepada KH. Ahmad Warson Munawwir dan Prof. Dr. Anik Ghufran atas bimbingan dan kesediaannya memberi kata pengantar buku ini. KH. Zaim Ahmad Maksum atas apresiasi dan dukungannya kepada kami untuk terus berkarya guna memperkaya khazanah dunia pesantren khususnya, dan Islam pada umumnya. Juga kepada, Bapak Sulaiman al-Kumayi, MA. yang selalu menginspirasi kami dalam berkarya. Mas Athoillah atas saran dan spirit inovasi bahasa yang membuat kami selalu terpacu. 
Juga kepada Pak Ali Rosyad, Lc. atas antusiasnya mendampingi proses editing. Syeikh Hamada, Syeikh Misrot, Syeikh Yusuf, Syeikh ‘Adhil (para sahabat dari Al-Azhar, Kairo, Mesir) atas waktunya memberi informasi dan pengetahuan tentang budaya dan lahjah ‘Amiyah. 
Dr. Abdul Muhayya, MA., Dr. Yusuf Suyono, M.Ag., Abu Hafsin, MA, Ph.D., Dr. Hasan Asyari Ulama’i, M.Ag., Ma’mun Efendi, Phd., KH. Abdul Karim As-Salawy, M.Ag, Ahmad Maghfurin, M.Ag., dan Ahmad Furqon, MA. atas bimbingan dan dedikasinya berbahasanya.
Para sahabat di Pusat Bahasa dan Budaya (PBB) Semarang; H. Imam Taufiq, M.Ag., Alis Asikin, M.Ag., Afnan Anshori, MA., Nuna Wijatanti, MA., Emy, S.Ag., Fakhrudin Aziz, Lc. Dpl. dan Agus Muthohar, S.Pdi atas semangat membumikan bahasa di Semarang. 
Teman IKSAB (Ikatan Abiturien Madrasah TBS, Kudus) dan IKAMARU (Ikatan Alumni Madrasah Raudhatul Ulum, Guyangan, Pati) khususnya cabang Semarang dan Mesir, sahabat-sahabatku di Jami’ah al-Ahqaf, Ma’had Habib Umar dan Ribth asy-Syathiri di Yaman, teman di Ponpes Darul Lughah wa Da’wah Bangil, yang senantiasa berbagi wawasan. 
Tak lupa pula teman-teman pejuang bahasa di Nafilah, WEC, PBA, TBI, LSB IAIN Walisongo, Al-Izzah STAIN Kudus, Komarun UNNES. Terus berinovasi berbahasa tanpa henti, terus berjuang. Juga, keluarga besar FUPK IAIN Walisongo Semarang, selalu mengharmoni, mengakademia. 
Kami menyadari sepenuhnya bahwa buku ini masih jauh dari kesempurnaan, masih terdapat berbagai kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik, saran, dan nasihat dalam upaya perbaikan pada penerbitan berikutnya. Karena berproses dalam berbahasa Arab pun membutuhkan partisipasi banyak pihak. Alfu mabruk!


GAIRAH MALAM ORANG-ORANG SHALIH [pustaka NUUN]


Judul: Gairah MalamOrang-orang Shaleh

Penulis: Ahmad Mushthafa Qasim ath-Thahthawi

Alih Bahasa: Achmad Sunarto

Editing & Tata Letak: Norhisyam

Desain Cover: Abu Fadhel

Tebal buku: 220 + xii; 14 x 21




Buku kami yang berjudul Lailush Shalihin wa Qashashul ‘Abidin ini sengaja kami suguhkan kepada para pembaca yang budiman dalam rangka menyertai perjalanan rabbani yang dilakukan oleh para hamba Allah yang diberi kesempatan untuk menaati dan mencintai-Nya. Kecintaan kepada Allah yang ada di hati mereka sangat besar, sehingga mereka cepat-cepat mendatangi Allah di dalam kegelapan malam dengan rukuk dan sujud di hadapan-Nya. Maka Allah swt. memberi mereka perasaan cinta kepada Allah, mengangkat derajat mereka ke posisi yang terdekat dengan-Nya, karena keikhlasan mereka dalam shalat Tahajud mereka. Mereka diposisikan di posisi ahli mahabbah dan ma’rifat. Mereka diberi kesabaran untuk mengabdi kepada-Nya, diberi kecintaan untuk mendekat kepada-Nya, diberi busana kecintaan yang indah dan mahkota kemuliaan yang anggun, sehingga hati mereka selalu hadir di hadapan Allah dan mereka sibuk dalam sembahyang mereka di malam hari ketika para hamba Allah yang lain sedang tidur dan lalai, sehingga mereka mendapat ridha-Nya.

Tujuan mereka hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah di saat yang paling berharga ketika Allah menurunkan rahmat-Nya, me¬ngabulkan permohonan semua hamba-Nya dan melipatganda¬kan pahala orang-orang yang bertahajud pada saat itu. Saat yang paling berharga itu telah digambarkan oleh Nabi saw. dalam sabdanya:
اِنَّ مِنَ اللَّيْلِ سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللهَ خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ اِلاَّ أَعْطَاهُ، وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ. 
“Sesungguhnya Allah mempunyai waktu di malam hari yang tidak seorang hamba muslim yang berdoa kepada Allah memohon kebaikan dunia dan akhirat, melainkan Allah akan mengabulkannya dan saat itu terjadi pada setiap malam.” (Muslim: 757; Ahmad: 3/313 dan Ibnu Hibban: 2561)

Karena keyakinannya yang kokoh, maka mereka mengisi waktu-waktu malam mereka dengan shalat dan berdoa karena Allah. Mereka dipanggil Allah di dalam kegelapan malam untuk mendekat kepada-Nya dan mereka memenuhi panggilan-Nya. Mereka me¬ninggal¬kan tempat pembaringan mereka dan menjadikan malam se¬bagai tunggangan mereka menuju Allah. Bersujud kepada Allah di akhir malam menjadi idola mereka dan beribadah di malam hari menjadi kebiasaan mereka, sampai Allah memasukkan mereka dalam golongan orang-orang yang taat kepada-Nya. Allah menggambar¬kan kebiasaan mereka dalam firman-Nya:

كَانُوْا قَلِيْلاً مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُوْنَ. وَبِاْلأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُوْنَ.
“Di malam hari mereka tidak banyak tidur. Di waktu sahur mereka memohon ampun.” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 17-18)

Mereka adalah orang-orang yang mendekati akhirat dan men¬jauhi dunia. Allah mencintai mereka, sehingga mereka rela me¬ninggal¬kan tempat pembaringan mereka untuk beribadah di malam hari. 

Andai kata saudaraku muslim mendengar bacaan Al-Qur’an mereka dan merasakan kerinduan mereka kepada Tuhannya, seperti yang disebutkan Allah dalam firman-Nya:
 أُمَّةٌ قَائِمَةٌ يَتْلُوْنَ آيَاتِ اللهِ آَنَاءَ اللَّيْلِ وَهُمْ يَسْجُدُوْنَ.
“Orang-orang yang menegakkan agama Allah, mereka suka membaca ayat-ayat Allah di malam hari ketika mereka sedang bersujud (sembahyang malam).” (QS. Ali Imran [3]: 113)
Dan andai kata engkau menyaksikan ketika mereka sedang me¬mohon ampun dan berdoa sambil meneteskan air mata, pasti hati¬mu akan tergugah untuk meninggalkan kesenangan hidup dan kelalaianmu. 
Maha Suci Allah yang menyampaikan mereka ke tingkatan para siddiq dan orang-orang yang ikhlas dalam ibadah mereka demi untuk mendapatkan ridha-Nya, sehingga mereka rela melupakan ke¬senangan hidup setelah merasakan manisnya beribadah di malam hari. 
Alangkah senangnya hati mereka ketika malam telah datang, ketika suara makhluk telah sirna dan ketika mereka tenggelam dalam rukuk dan sujud di hadapan Tuhan mereka. Semua itu mereka lakukan karena berharap pahala dan ridha Allah. Dan mereka men¬dapat harapan mereka. Seorang penyair dari mereka men¬ceritakan keadaan mereka di malam hari:
وَاذْرِ الدُّمُوْعَ عَلَى الْخُدُوْدِ سِجَامَا 2 اِمْنَعْ جُفُوْنَكَ أَنْ تَذُوْقَ مَنَامَا
يَا مَنْ عَلَى سَخَطِ الْجَلِيْلِ اَقَامَا 2 وَاعْلَمْ بِاَنَّكَ مِيِّتٌ وَمُحَاسَبٌ
فَرَضِيَ بِهِمْ وَاخْتَصَّهُمْ خُدَّامَا 2 لِلَّهِ قَوْمٌ اَخْلَصُوْا فِى حُبِّهِ
بَاتُوْا هُنَالِكَ سُجَّدًا وَقِيَامًا 2 قَوْمٌ اِذَا جَنَّ الضَّلاَمُ عَلَيْهِمُ
لاَ يَعْرِفُوْنَ سِوَى الْحَلاَلَ طَعَامَا 2 خُمُصُ البُطُوْنِ من التَّعَفُّفِ ضُمْرًا
“Cegahlah kelopak matamu menikmati manisnya tidur, biarkan air mata menetes sebanyak-banyaknya di pipi.
Ketahuilah bahwa engkau akan mati dan akan diperhitungkan wahai manusia yang selalu berada dalam kemurkaan Allah.

Demi Allah, ada sejumlah orang yang ikhlas dalam cintanya kepada Allah, sehingga Allah meridhai mereka dan menjadikan mereka sebagai para pengabdi kepada-Nya.

Mereka adalah orang-orang yang jika malam hari telah tiba kepada mereka, maka pada waktu itu mereka mengisinya dengan sujud dan berdiri dalam shalat mereka.
Perut mereka kosong dan kempis, karena mereka tidak pernah makan kecuali makanan yang dihalalkan.”
Seorang penyair lain mensifati keadaan mereka di malam hari:
كَاَنَّهُمْ دُوْنَنَا بِاْلأَمْرِ قَدْ قَصَدُوْا 2 كَمْ ذَا الرُّقَادِ وَأَهْلُ الْجَدِّ مَا رَقَدُوْا
ومَا عَمِلْتَ مِنْ عَمَلٍ ذَاكَ الَّذِِيْ تَجِدُ 2 قَامُوْا ونِمْتَ وَجَدُّوْا اِذَا هَزِلْتَ
فَفِى الْقُبُوْرِ اِذَا مَا جِئْتَهَا مُهُدُ 2 اُهْجُرْ مِهَادَكَ لاَ تُلْمِمْ بِسَاحَتِهِ
مِنَ الْحَرِيْرِ وَاِلاَّ جُمْرَةً تَقِدُ 2 مَا شِئْتَ اِنْ شِئْتَهَا مُهُدًا مُلَيَّنَةً
لَيِّنُ الْفِرَاشِ وَلاَ اْلأَوَانِسُ الْخُرُدُ 2 لِلَّهِ دَرُّ رِجَالٍ لَمْ يَمِلْ بِهِمْ
وَدَمْعَةٌ فِى الْعَيْنِ تَطَرَّدُ 2 قَامُوْا وَنَارُ اْلأَسَى فِى الْقَلْبِ تَتَّقِدُ
وَاسْتَثْفَعُوْا لِعَظِيْمِ الْفَظْلِ اِذْ قَصَدُوْا 2 بَثُّوْا حَدِيْثَهُمُ وْطُوْلَ شَجْوِهِمُ
وَفِى قُبُوْرِهِمْ يَا طِيْبَ مَا وَجَدُوْا 2 تَنَعَّمُوْا فِى الدُّجَى بِقُرْبِ رَبِّهِمْ
وَخَلَّفُوْكَ اِلَى الْوَرَدِ الَّذِيْ وَرَدُوْا 2 جَاتزُوْا عَلَيْكَ وَاَنْتَ رَقِيْدٌ فَمَضَوْا
مَا كَانَ أَوْلىَ بِتِلْكَ الْمُقْلَةِ الرَّمَدُ 2 يَا رَاقِدًا وَرِجَالُ اللهِ سَاهِرَةً
“Berapa banyak orang yang tidur, sedangkan orang yang bersungguh-sungguh tidak pernah tidur, seolah-olah mereka berharap sesuatu yang berlainan dengan harapan kami.
Mereka beribadah di malam hari ketika engkau tidur dan mereka bersungguh-sungguh ketika engkau bermalas-malasan dan engkau tidak pernah melakukan seperti yang mereka lakukan.
Karena itu, tinggalkan tempat pembaringanmu, jangan engkau pernah berada di serambinya, karena engkau sudah disiapkan tempat pembaringan di dalam kubur jika engkau tidak membawa tempat pembaringanmu ke sana.
Di sana engkau dapat memilih tempat pembaringan yang empuk dan lembut yang terbuat dari kain sutera atau dari bara api yang berkobar.
Demi Allah, ada sejumlah orang yang tidak menyenangi empuknya tempat pembaringan dan kecantikan para gadis yang menawan.

Mereka beribadah di malam hari, sedangkan api kekhawatiran mereka berkobar di hati mereka dan mata mereka selalu mencucurkan air mata.

Sebarkan kisah mereka dan panjangnya pengaduan mereka kepada Allah. Mohonlah syafaat mereka jika engkau menginginkannya, karena keutamaan mereka ada di sisi Allah.
Mereka menikmati kegelapan malam dengan bertakarub kepada Tuhan mereka dan di dalam kubur kelak, mereka akan mendapati kesenangan yang luar biasa.
Mereka melewatimu ketika engkau sedang tidur dan mereka mendahuluimu di belakang ke tempat yang telah mereka datangi.
Wahai orang yang tidur, sesungguhnya engkau tidak pantas memejamkan matamu ketika para wali Allah sedang tidak tidur.”

Sungguh amat indah ucapan seorang tokoh tabi’in, seorang ahli tahajud ketika ia berkata: 

بَلَغَنِى اَنَّ اللهَ تَعَالَى يَنْزِلُ كُلَّ لَيْلَةٍ اِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِيْنَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ اْلآخِيْرِ فَيَقُوْلُ: كَذَبَ مَنِ ادَّعَى مَحَبَّتِى، فَاِذَا جَنَّهُ اللَّيْلُ – سَتَرَهُ – نَامَ عَنِّى. اَلَيْسَ كُلُّ مُحِبٍّ يُحِبُّ الخَلْوَةَ مَعَ حَبِيْبِهِ، فَهَا اَنَا مُطَّلِعٌ علَى اَحْبَابِى اِذَا هَجَمَ اللَّيْلُ، مَثُلَتْ نَفْسِى بَيْنَ اَعْيُنِهِمْ فَخَاطَبُوْنِى عَلَى الْمُشَاهَدَةِ وَكَلَّمُوْنِى عَلَى الْحُضُوْرِ وَغَدًا اُقِرُّ اَعْيُنَ اَحِبَّائِى فِى جَنَّتِى.
“Aku diberitahu bahwa Allah Yang Maha Mulia turun setiap malam ke langit dunia ketika malam tinggal sepertiga akhir seraya berfirman: “Sungguh amat berdusta seorang yang mengaku cinta kepada-Ku, tetapi jika malam hari tiba, maka ia tertidur dari Aku. Bukankah setiap kekasih senang berkhalwat dengan kekasihnya. Aku selalu memandang para kekasihku di malam hari. Aku menghadirkan diri-Ku di depan mereka, sehingga mereka dapat berdialog dengan-Ku secara langsung. Dan kelak akan Aku senangkan pandangan mata para kekasih-Ku di dalam surga-Ku.”

Saudaraku muslim! Dengan memohon pertolongan kepada Allah, kami susun buku ini untukmu. Di dalamnya kami terangkan berbagai masalah tentang beribadah di tengah malam, termasuk tata kramanya, keutamaannya, petunjuk Nabi saw., para sahabat, para tabi’in dan para ulama setelah mereka, agar dapat dijadikan contoh yang baik bagi para pembaca buku ini demi untuk menghidupkan ibadah di tengah malam. 

Beribadah di tengah malam merupakan masalah yang penting, meskipun jarang yang melakukannya, kecuali hanya di bulan Ramadhan. Mungkin juga ibadah di tengah malam dilakukan oleh sebagian orang secara kebiasaan, tetapi mereka tidak mengerti keutamaan dan tata kramanya. 

Karena itu, kami anggap perlu menyuguhkan contoh ibadah di tengah malam yang dilakukan kaum salaf shaleh. Karena mereka melakukannya dengan tawajuh, khusyuk, khudhu’, sungguh-sungguh, pasrah dan berharap ridha Allah swt. Mereka merasakan ke¬agungan, kelembutan, kecintaan dan kedekatan kepada Allah, sehingga hati mereka mencintai Allah, lidah mereka memuji, memohon dan ber¬dzikir kepada-Nya. Semalam suntuk mereka tenggelam dalam doa, berdzikir dan mereka tidak pernah merasa bosan dalam ibadah, karena menikmati kelezatan berdialog dengan Allah. 

Beribadah di tengah malam dapat mengokohkan hati dan mem¬¬¬biasakan kesabaran dan ketahanan jiwa. Karena itu, Allah mewajibkan¬¬nya kepada Nabi saw. dan orang-orang yang beriman di awal era perkembangan agama ini, sampai Nabi saw. berhasil mem¬bina satu generasi yang gemar beribadah di tengah malam yang mampu membawa dan menegakkan panji-panji Islam generasi demi generasi hingga kini. Mereka tersebar di seluruh pelosok bumi tanpa rasa takut kepada siapapun selain kepada Allah. 

Dari buku ini kalian akan mengetahui ibadah di tengah malam yang biasa dilakukan oleh tokoh mujahid Islam, Sultan Nuruddin Mahmud dan Salahuddin al-Ayyubi, karena kebiasaan itu merupakan syiar umat Islam dari dulu hingga kini, sampai pun ketika mereka dalam keadaan yang paling sulit di medan peperangan.
Kini, setelah umat ini meninggalkannya karena mencintai dunia dan tidak gemar beribadah, maka keadaan umat Islam sangat mem¬prihatinkan, seperti yang diberitahukan oleh Nabi saw. dalam sabdanya:
اِنَّ اللهَ يَبْغَضُ كُلَّ جَعْظَرِيٍّ جَوَّاظٍ، سَخَّابٍ بِاْلأَسْوَاقِ، جِيْفَةٍ بِاللَّيْلِ، حِمَارٍ بِالنَّهَارِ، عَالِمٍ بِأَمْرِ الدُّنْيَا، جَاهِلٍ بِأَمْرِ اْلآخِرَةِ.
“Sesungguhnya Allah benci kepada setiap orang yang bersikap kasar, yang loba dan pelit, yang suka berteriak di pasar-pasar, yang menjadi bangkai di malam hari, yang menjadi keledai di siang hari, yang hanya mengetahui masalah dunia saja dan tidak mengetahui masalah akhirat sedikitpun.” (Ibnu Hibban: 4/142; Maqayisil Lughati: 1/49 dan An-Nihayah: 1/316; hadits shahih)

Ketika sifat-sifat buruk itu dimiliki umat Islam, maka Allah men¬¬jadikan musuh menguasai diri mereka, merampas kekayaan negeri mereka, menghina mereka, sehingga terjadilah kemiskinan dan ke¬sulitan di berbagai negara Islam. Nampaknya kejadian yang mem¬prihatinkan itu termasuk salah satu siksa Allah bagi umat Islam yang lupa kepada Tuhannya dan sunnah Nabinya. Keadaan mereka seperti yang dikatakan oleh Al-Hasan al-Bashri:

تَفَقَّدُوْا الْحَلاَوَةَ فِى ثَلاَثٍ: اَلْقِيَامُ، وَالْقُرْآنُ، وَالدُّعَاءُ، فَاِنْ وَجَدْتُمُوْهَا فَأَمْسِكُوْا عَلَيْهَا وَاحْمَدُوْا اللهَ عَلَى ذَلِكَ، وَاِنْ لَمْ تَجِدُوْهَا فَاعْلَمُوْا اَنَّ أَبْوَابَ الْخَيْرِ عَلَيْكُمْ مُغْلَقَةٌ، فَعَالِجُوْا قَتْحَهَا.
“Carilah kelezatan bermunajat kepada Allah dalam tiga perkara: Beribadah di malam hari, membaca Al-Qur’an dan berdoa. Jika kalian menemukannya, maka peganglah baik-baik dan bersyukurlah kepada Allah atas karunia itu. Tetapi jika kalian tidak menemukannya, maka ketahuilah bahwa pintu-pintu kebaikan bagi kalian terkunci. Karena itu, usahakan membukanya.” (Al-Baihaqi: 5/447)

Buku ini, kami bagi dalam dua belas pembahasan: 

Pertama : Beribadah di tengah malam menurut Al-Qur’an, As-Sunnah dan kaum salaf.
Kedua : Sebab-sebab yang memudahkan beribadah di tengah malam.
Ketiga : Petunjuk Nabi saw. tentang beribadah di tengah malam.
Keempat : Kebiasaan para sahabat beribadah di tengah malam.
Kelima : Kebiasaan kaum tabi’in beribadah di tengah malam.
Keenam : Kebiasaan para ahli fikih, para zahid dan para penguasa Islam beribadah di tengah malam.
Ketujuh : Kebiasaan para wanita shalehah beribadah di tengah malam.
Kedelapan : Berbagai kisah dari para ahli ibadah di tengah malam.
Kesembilan : Mimpi-mimpi para ahli ibadah di tengah malam.
Kesepuluh : Munajat para ahli ibadah di tengah malam.
Kesebelas : Ibadah malam hari yang dilakukan oleh Nabi saw. dan para sahabat di malam bulan Ramadhan.
Kedua belas : Jumlah rakaat shalat Tarawih.
Sebagai penutup, kami berharap kepada Allah swt. semoga Allah mengobati kerusakan hati kami, menggalakkan hati kami untuk beribadah di tengah malam dan menjaganya baik-baik. Sesungguh¬nya hanya Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kami dan bagi segenap keluarga, sahabat dan umat Nabi saw. sepanjang masa.

ASMAUL HUSNA FOR SUPER WOMAN

[hOMe]



Penulis: Sulaiman al-Kumayi  

Desain Isi: Noerhisyam  

Desain Cover: Abu Fadhel  

Tebal Buku: 364 hlm. uk. jumbo

Buku yang hadir di depan pembaca saat ini merupakan lanjutan dari pembahasan penulis terhadap Asma’ul Husna, yang kemudian menghasilkan dua buku: pertama, Kecerdasan 99 [99 Quotient]: Cara Meraih Kemenangan dan Ketenangan Hidup Lewat Penerapan 99 Nama Allah (2003-2007, Hikmah, Jakarta), dan telah meraih bestseller; kemudian pada tahun 2008, buku ini diterbitkan dalam edisi Malaysia dengan judul: 99Q, Kecerdasan Berasaskan Asma’ul-Husna: Membuka Pintu Keajaiban Melalui Nama-nama Mulia [Asma’ul-Husna] (Selangor, Malaysia: PTS. Millenia Sdm Bhd, 2008). Alhamdulillah, di Negeri Jiran, buku ini mendapat sambutan hangat di sana. Ini dibuktikan dengan cetak ulang sampai tiga kali dalam setahun (2008). Buku kedua, 99Q for Family: Menerapkan Prinsip Asma’ul Husna dalam Kehidupan Rumah Tangga (Jakarta: Hikmah-Mizan, 2006). Dan buku ketiga adalah yang sedang Anda baca sekarang. Yang membedakan dari dua buku sebelumnya adalah fokus bahasan.

Dalam buku ini, Asma’ul Husna difokuskan pada “bagaimana seorang perempuan Muslimah meng¬hiasi dirinya lahir dan batinnya dengan nama-nama Allah yang indah tersebut”. Jika seorang Muslimah menjadikan Allah sebagai fondasi hidupnya, dalam keluar masuk nafasnya lewat Asma’ul Husna, maka ia akan menjadi sosok yang merefleksikan 99 nama Allah tersebut. Dengan mengingat-Nya berarti Dia selalu di hatinya. Inilah—yang oleh penulis—disebut sebagai Super Woman (Perempuan Super). Tapi, Super Woman di sini tidak ada kaitannya sebagai lawan Super Man (Laki-laki Super). 

Berkaitan dengan makna Asma’ul Husna secara kebahasaan, penulis tidak menguraikannya pada setiap nama. Uraian dari kebahasaan ini telah penulis bahas dalam buku pertama, Kecerdasan 99 [99 Quotient]: Cara Meraih Kemenangan dan Ketenangan Hidup Lewat Penerapan 99 Nama Allah atau 99Q, Kecerdasan Berasaskan Asma’ul-Husna: Membuka Pintu Keajaiban Melalui Nama-nama Mulia [Asma’ul-Husna], sehingga bagi pembaca yang ingin mengetahuinya dapat merujuk ke buku tersebut.